Kamis, 28 Februari 2013

Definisi Kepemimpinan, Tipe Kepemimpinan dan Teori Kepemimpinan

Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
 
·         Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
·         Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
·         Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Type Kepemimpian
Situasi lingkungan bisnis yang secara dinamis terus berubah menuntut perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Kegagalan dalam mengenal perubahan dan kecepatan beradaptasi dapat menyebabkan perusahaan tidak memiliki daya saing yang baik.
Ada empat tipe kepemimpinan yang dapat digunakan untuk berbagai organisasi:
Directive
Adalah salah satu tipe kepemimpinan tertua dan seringkali disebut juga dengan pendekatan otoriter. Dalam tipe ini, pemimpin akan menyuruh seseorang untuk melakukan sesuatu dan mengharapkan mereka untuk segera melakukannya.
Participative
Dalam tipe ini, pemimpin mencari input dari pihak lain dan mengajak orang-orang yang relevan dengan pembahasan untuk pengambilan keputusan
Laissez-faire
Mendorong inisiatif dari banyak pihak agar bersama-sama memikirkan bagaimana proses pengerjaan sampai menghasilkan outcome.
Adaptive
Gaya kepemimpinan yang mengalir dan menyesuaikan gaya sesuai dengan keadaan lingkungan dan individu yang berpartisipasi.
Teori Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:
a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.

1. Teori-teori dalam Kepemimpinan

a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.

b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
Ø Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
Ø Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)

c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.

Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:

a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.

b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila: * Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik; * Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi; * Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.

c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah * Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.

d. Model ” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.

e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.

 
Daftar Pustaka :

PEDOMAN PRAKTEK MEMIMPIN ORGANISASI


Oleh

J. Sujanto

  
Jika anda ingin berhasil memimpin organisasi, anda perlu membaca isi tulisan ini dan melatihnya dalam praktek sehingga anda menjadi pemimpin yang sungguh-sungguh didukung oleh masyarakat anggota organisasi anda dan melancarkan tercapainya tujuan/sasaran organisasi anda, baik bidang politik, sosial, usaha dagang dll.
            Tulisan ini adalah saripati pengalaman pribadi maupun pengalaman observasi berbagai kepengurusan bermacam-macam organisasi di Jakarta, mulai dari organisasi RT/RW, Gerakan Mahasiswa Djakarta (GMD), organisasi Paranormal, Politik, ORARI hingga organisasi sosial seperti Lions Club dan berbagai perusahaan di Jakarta. 

BAB I : FUNGSI ORGANISASI

Setiap organisasi senantiasa berfungsi sbb :
1.      Menetapkan tujuan/sasaran yang ingin dicapai dalam waktu yang telah ditentukan terlebih dahulu.
2.      Berdasarkan tujuan/sasaran, ditetapkan bentuk organisasinya.
3.      Menetapkan kriteria orang-orang yang akan ditetapkan/dipilih untuk menduduki jabatan tertentu dalam organisasi
4.      Organisasi menjadi tempat untuk penggodokan calon pemimpin  (leader selection/leidersselectie)
5.      Organisasi menjadi ajang pertarungan wawasan dan gagasan, sehingga memperoleh yang terbaik untuk jangka waktu tertentu.

Fungsi organisasi di atas sebaiknya dimasukkan dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Program Kerja organisasi yang merangkum kesemua fungsi tsb.

Penjelasan Titik 1 bab 1
Sebuah or (organisasi) apapun harus memilih sasaran/tujuan yang jelas sebelum bergerak/bekerja.
Tujuan/sasaran itu ditetapkan dalam jangka waktu tertentu, sehingga hasilnya dapat dievaluasi setelah beberapa tahun berjalan. Perubahan sasaran bisa terjadi dalam arti perubahan taktik maupun perubahan strategi untuk mencapainya, tergantung dari keadaan yang bisa saja terjadi secara mendadak, di luar hasil antisipasi. Bahkan perubahan sasaran secara menyeluruhpun masih dapat terjadi!

Penjelasan Titik 2 bab 1
Bentuk organisasi harus menyesuaikan diri dengan tujuan/sasaran yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Bentuk ini tidak hanya disesuaikan dengan dengan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga berkaitan dengan 'ruang gerak' yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

Penjelasan Titik 3 bab 1
Setelah memiliki konsep yang jelas mengenai tujuan dan bentuk organisasi, anda perlu menetapkan kriteria calon pejabat yang akan memimpin gerak langkah organisasi.
Secara garis besar ada 4 tipe pemimpin yang berdasarkan pada :
1.      Kharisma
2.      Formalitas
3.      Tradisi
4.      Profesionalisme
Ciri-ciri pemimpin berdasarkan kharisma adalah : berwibawa, disegani (bukan ditakuti !), mudah dipercaya, pandai mudah bergaul dll. Pada prinsipnya menyenangkan banyak orang dan punya prinsip yang jelas.
Pemimpin berdasarkan formalitas adalah pemimpin yang ditaati karena jabatannya. Bisa asaja pejabat dari organisasi apapun ditaati, tetapi sesungguhnya belum tentu diterima oleh 'hati' yang terdalam.
      Pemimpin berdasarkan tradisi biasanya tumbuh dari proses kebudayaan, seperti pastor, pendeta, pimpinan pesantren dll.
Sesuai perkembangan jaman, maka dapat saya tambahkan tipe pemimpin yang berdasarkan profesionalisme, yang ditaati karena profesi yang diperolehnya dari dunia pendidikan formal maupun dari pengalaman hidupnya (autodidactic/ berpengalaman).
Di dalam kehidupan bermasyarakat kita jumpai pemimpin yang memiliki berbagai "campuran tipe pemimpin". Ada yang memang memiliki kharisma tetapi juga menduduki jabatan tinggi (formal). Ada pula yang sesungguhnya tidak disukai (tanpa karisma), tetapi ditaati karena jabatannya.
Berdasarkan perkembangan jaman, maka tipe pemimpin yang paling ideal adalah yang memiliki KHARISMA dan PROFESIONALISME serta jujur terhadap dirinya sendiri dan jujur kepada seluruh anggota organisasinya !

Penjelasan Titik 4 bab 1
            Organisasi yang berjalan dengan baik adalah tempat orang yang berbakat memimpin diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya sehingga menjadi pemimpin masa depan. Dengan kata lain, setiap organisasi yang baik menciptakan suasana untuk membentuk kader pimpinan masa depan organisasinya.
Berabagai cara untuk memilih calon pimpinan dapat dilakukan, seperti dengan memberi kesempatan untuk melakukan hal-hal kecil di tingkat yang lebih rendah, kemudian diberi kesempatan untuk yang lebih luas dan lebih kompleks. "Aturan main" harus dipegang teguh dalam rangka pembentukan kader pemimpin. Jangan mengadakan 'dropping' jika ingin memperoleh pimpinan sejati.

Penjelasan titik 5 Bab I
            Dalam or yang baik, suasana keterbukaan/demokratis harus diciptakan, dimana setiap anggota/bawahan dapat menyampaikan wawasan/gagasan.
Caranyapun dapat mengambil berbagai bentuk seperti tatap muka, kotak pos, atau pembentukan "think-tank" untuk menggodok berbagai wawasan/gagasan. Ciptakan suasana "berani bicara" dalam suatu rapat atau munas sekalipun. Dapat juga dalam bentuk questionnaire. Hal-hal tersebut sangat bermanfaat karena sesungguhnya merupakan masukan dari bawah yang mungkin dapat dipergunakan untuk menyusun kebijaksanaan (policy) yang lebih efektif untuk mencapai tujuan. Tetapi hal tersebut tidaklah berarti bahwa seseorang/sekelompok orang yang menduduki jabatan pimpinan tidak boleh membuat program kerja sebelum mendapat masukan dari anggota/bawahannya. Bisa saja disusun segala hal yang mencakup sebuah organisasi terlebih dahulu, karena bisa saja pimpinan secara intuitif merasakan kebutuhan organisasi dan anggota/bawahannya.

BAB II MENCIPTAKAN KEBERSAMAAN

            Organisasi yang berhasil adalah yang dapat menciptakan rasa kebersamaan (sense of belonging) dari semua orang yang tergabung dalam organisasinya. Mulai dari pimpinan sampai ke semua orang di berbagai divisi/departemen. Bukankah hasil organisasi adalah hasil kerja semua tim ? 
            Oleh karena itulah, menciptakan rasa kebersamaan itu penting. Bagaimana caranya? Hal itu bisa didahului dengan pencegahan perpecahan yang menghapuskan/menipiskan rasa kebersamaan. Untuk mencegah hal itu diperlukan adanya:
1.      Pimpinan yang lentur (fleksibel) tetapi tegas pada saat ketegasan diperlukan.
2.      Pembagian kerja (job description) yang jelas sejak awal, tanpa menghilangkan keterbukaan untuk berkreasi.
3.      Program kerja yang jelas tetapi lentur/fleksibel terhadap perkembangan yang membawa perubahan.
4.      Setiap Pimpinan Bagian/Divisi/Departemen dsb memberi perhatian yang manusiawi kepada bawahannya.

Penjelasan
Titik 1
            Seorang pemimpin yang berhasil harus memilki dua sifat sekaligus, yaitu kualitas sebagai DIPLOMAT dan JENDRAL, yang keduanya dapat dipelajari, dilatih dan dikembangkan oleh siapa saja (Baca  tulisan saya tentang "Memimpin Rapat" dan "Teknik Berunding").
Sifat Diplomat dilaksanakan pada saat-saat tidak diperlukan ketegasan dan sifat Jendral dipergunakan pada saat memang harus tegas dan tidak bisa lain.

Titik 2
            Pembagian kerja yang jelas sejak awal tanpa menghilangkan kebebasan berpendapat adalah sangat penting untuk menjaga keutuhan bawahan/anggota sebuah organisasi apapun juga.
Setiap divisi sejak awal sudah diberikan secara tertulis perihal tugas, wewenang, dan kepada siapa dia harus bertanggung jawab. Usahakan jangan sampai ada yang tumpah tindih (overlapping)  mengenai hal tersebut demi mencegah keruwetan di lapangan dan mengevaluasi hasilnya serta memberi penghargaan kepada orang-orang yang memimpin setiap bagian. Sekalipun sudah ditetapkan bagiannya masing-masing, orang/pejabat boleh ikut menyumbangkan wawasan/gagasannya untuk perbaikan bagian lainnya. Hal ini juga penting bagi Pipmpinan Eselon tertinggi untuk mengadakan mutasi jabatan sesuai dengan gagasan/wawasan orang tersebut di kemudian hari (untuk memilih "the right man on the right place"), lihat  Bab tentang "Memimpin Rapat dan Teknik Berunding".

Titik 3
            Dalam era globalisasi, sebuah program kerja perlu didukung oleh fleksibilitas, sehingga jika muncul perubahan yang besar (akibat derasnya arus globalisasi), program kerja itu dapat disesuaikan dengan perkembangan. Salah satu caranya adalah dengan mempersiapkan berbagai alternatif. Jika terjadi perubahan mendadak, alternatif itu dapat dijalankan.
Program kerja itu harus tegas sejak awal, sebagai target yang ingin dicapai. Dan penyusunan program kerja harus memperhatikan potensi yang ada dalam pelaksanaannya. Potensi yang perlu diperhitungkan adalah : Sumber daya manusia yang sesuai untuk setiap jabatan dan dana yang cukup untuk jangka waktu sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, baik dari sumber sendiri maupun dari pihak luar. Selain itu juga diperlukan persiapan lokasi tempat or itu, serta peralatan yang cukup untuk memulai pelaksanaan program kerja.

Titik 4
            Pimpinan tertinggi beserta semua Pimpinan bagian harus memberi perhatian yang manusiawi kepada bawahannya untuk menciptakan kebersamaan dan menjaga keutuhan tim. Yang harus diciptakan/diusahakan bukanlah hanya "industrial relation" atau hanya "organizational relation", tetapi juga yang sangat penting adalah "human relation".
Dalam prakteknya hubungan manusiawi itu mengambil bentuk (sebagai contoh) : pertemuan (tiga) bulanan dengan acara a.l. : pimpinan menanyakan keluhan bawahan/anggotanya yang bersifat pribadi, kebutuhan keluarga dipenuhi jika or memang mampu untuk membantu ( di bidang kesehatan dan pendidikan); setiap tutup tahun diadakan semacam "Family Day" seperti tradisi Lions Club. Juga memberikan penghargaan merupakan tradisi yang baik untuk menjaga kebersamaan, asalkan memenuhi kriteria untuk mendapat penghargaan (merit system). Jangan sembarang memberi penghargaan karena akibatnya dapat ditertawakan orang banyak dan dapat menimbulkan iri hati atau cemohan yang tidak perlu terjadi, yang akhirnya dapat menimbulkan perpecahan.

BAB III MEMIMPIN RAPAT

Sebelum anda memimpin rapat, perlu disiapkan adanya:

A.     Agenda rapat yang jelas;
B.     Hari, tempat dan jam rapat;
C.    Undangan rapat dua minggu sebelumnya (minimal satu minggu sebelumnya);
D.    Persiapan ruangan dan tempat duduk yang baik/santai serta konsumsi yang cukup;
E.     Sound system yang baik.

Persiapan memimpin rapat :
1.      Mengadakan checking dan rechecking 5 (A s/d E di atas)
2.      Menguasai masalah agenda rapat
3.      Menguasai kebiasaan-kebiasaan rapat (AD dan ART or).
4.      Menguasai teknik memimpin rapat.

PENJELASAN
Titik I sudah cukup jelas
Titik 2
Menguasai agenda rapat berarti anda menguasai segala aspek permasalahan materi rapat. Apa yang ingin dicapai? Apakah ada faktor penghambat atau ada juga faktor yang menguntungkan? Mana cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan , mengatasi masalah ? Siapa saja yang perlu diminta untuk membahas materi rapat, sebelum pimpinan rapat membuka kesempatan untuk yang hadir guna melontarkan gagasannya masing-masing ?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sebaiknya dikuasai pemimpin rapat sebelumnya. Dengan kata lain, pemimpin rapat perlu mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi di dalam rapat yang sebenarnya

Titik 3
Menguasai kebiasaan rapat sesungguhnya bermuara pada penguasaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi
Disamping itu, diperlukan penguasaan teknik rapat serta peraturan dalam sebuah rapat. Hal ini akan kelihatan jelas pada waktu kita membicarakan "Teknik Memimpin Rapat".

Titik 4
Hasil rapat dapat memperkuat atau memperlemah organisasi. Oleh karena itu, kita berusaha agar rapat dapat berhasil baik, dengan cara menguasai teknik memimpin rapat yang baik pula sbb :
Untuk mempermudah para pembaca tulisan ini, saya buatkan skenario rapat sbb:
1.      Saya mengadakan checking apakah undangan dan persiapan rapat seperti A s/d E sudah siap betul
2.      Sekalipun saya sudah mempelajari materi agenda rapat, saya masih mengulang sekali lagi untuk meneliti materinya serta kemungkinan reaksi dari hadirin. Mungkin saya sudah mengetahui lebih dulu siap yang pro dan yang kontra, sehingga saya dapat mempersiapkan taktik dan strategi rapat. Mengenai hal ini, bacalah  mengenai Teknik Berunding, karena sangat mirip.
3.      Saya ketahui dari AD dan ART, hak-hak para hadirin yang terdiri dari Anggota Kehormatan, Anggota Luar Biasa dan Anggota Biasa atau Dewan Komisaris. Dewan Direksi maupun Pemegang Saham Prioritas dan Pemegang Saham Biasa serta para pejabat Eselon yang lebih rendah jika mereka diundang untuk ikut rapat. Saya mengetahui anggota yang  punya hak bicara dan hak pilih serta yang hanya mempunyai hak bicara saja, tetapi tidak memiliki hak untuk memilih dan dipilih.
4.      Pada waktu pembukaan rapat, saya akan menyampaikan:
a.        Membuka rapat dengan resmi dan terima kasih kepada semua hadirin atas kehadirannya
b.        Membacakan materi agenda rapat dan tata tertib rapat
c.        Menjelaskan apa yang ingin dicapai, yang merupakan hambatan dan yang ingin dijadikan faktor penentu. Semua hal itu untuk kebaikan organisasi dan kebaikan anggota/bawahan. Hal ini sangat perlu guna mengarahkan pembicaraan selanjutnya dalam rapat.
d.        Saya katakan bahwa pembahasan materi ini terdiri dari 2 sesi atau "floor" dan mempersilahkan para hadirin untuk mendaftarkan diri bagi yang ingin menyampaikan pendapat pada floor pertama. Kemudian satu per satu dipersilahkan berbicara. Nah, pimpinan rapat harus jeli/tajam mendengarkan pendapat pembicara yang 'menguntungkan', maka saya sebagai pimpinan rapat akan mengatakan: "Ya, itu betul, memang sepatutnya begitu". Jika pendapatnya 'merugikan' maka saya akan katakan "Ya, pendapat saudara memang patut dikemukakan sebagai bahan perbandingan dengan pendapat hadirin lainnya. Mungkin bisa lebih disempurnakan”. Pokoknya pendapat yang menguntungkan saya katakan 'baik' dan yang merugikan saya arahkan 'mengambang'. Toh nanti ada pendapat lainnya.
e.        Saya sebagai pimpinan rapat akan membuat resume dari semua pendapat dalam floor pertama dengan cara merumuskannya mengarah pada keinginan saya mencapai sasaran materi yang disidangkan. Lalu saya akan menanyakan floor, apakah masih diperlukan floor kedua . Kalau dikehendaki, saya lanjutkan dengan membuka kesempatan untuk para hadirin dengan mendahulukan yang belum kebagian bicara dalam floor pertama, dengan alasan kemungkinan ada ide-ide lain yang belum dinyatakan dalam rapat. Setelah selesai, semua pembicara dalam floor ke dua, saya membuat resume lagi. Kemudian saya 'tawarkan' untuk disetujui secara aklamasi (kalau menguntungkan). Jika floor tidak menyetujui dengan cara aklamasi, maka diadakan voting. Kemudian saya merumuskan rancangan keputusan sidang, untuk kemudian disahkan menjadi keputusan rapat.

Di dalam sebuah rapat akan kita temui berbagai macam tipe manusia sbb:

1.        Yang punya gagasan, tetapi tidak berani menyampaikannya di dalam rapat.
2.        Yang punya gagasan dan berani menyampaikannya. Kategori ini dapat dibagi lagi menjadi :
a.      yang selalu menentang pendapat orang lain;
b.      yang realistik sehingga dapat menerima pendapat orang lain asal lebih baik dari pendapatnya;
c.      yang menonjolkan dirinya tanpa menguasai materi yang sedang dibahas;
d.      yang diam saja sekalipun punya gagasan; hanya disampaikan di luar sidang (ump. waktu istirahat).

Kalau sidang istirahat dan belum mengambil keputusan , maka saya akan menghubungi tipe2 d tsb. (ump. saudara A). Jika ada gagasan yang menguntungkan dari orang tersebut, maka dalam kelanjutan sidang akan saya katakan "Saudara A mempunyai gagasan sbb:…. Dan gagasan itu sekarang saya sampaikan kepada floor untuk menjadi bahan pengambil keputusan kita bersama".
Demikian juga jawaban/komentar saya terhadap pendapat tipe 2 c.
            Menghadapi orang yag biasanya suka menentang, sebagai pimpinan rapat, saya akan mengatakan : "Pendapat anda saya serahkan kepada floor untuk dibahas atau tidak dibahas lebih lanjut". Dengan kalimat semacam itu, sesungguhnya saya mengarahkan floor untuk tidak membahas lebih lanjut.
            Hal-hal mengenai rapat ini sangat berkaitan dengan "Teknik Berunding". Oleh karena itu saya menganjurkan Anda mempelajari dan mempraktekkan "Teknik Berunding" di  tulisan saya berikutnya.

Jakarta 12 April 1985
  
Sumber : http://www.freewebs.com/gudangartikel/artikeljurnalismemimpin.htm

Jumat, 22 Februari 2013

IPM Adalah Garda Terdepan Gerakan Pelajar Indonesia

Kuntum Padang – Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Sumatera Barat diharapkan menjadi pelopor, pelangsung sekaligus penyempurna amal usaha Muhammadiyah. “Mereka (IPM, red) ini kan kader, tentu mereka harus dipersiapkan. Di Muhammadiyah itu ada organisasi otonom. Tidak saja di tingkat pelajar, tapi juga mahasiswa, dan pemuda,” terang Wakil Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumbar, Mirwan Pulungan usai pembukaan Musyawarah Wilayah (Musywil) ke-18 IPM Sumbar 2010-2012 di Gedung RRI Padang, kemarin (24/12).
Mirwan mengatakan, kader Muhammadiyah tidak bisa lahir begitu saja, tapi harus dipersiapkan. Salah satunya melalui IPM tersebut. “Dari merekalah kita berharap. Tidak saja pelajarnya, tapi juga mahasiswa dan pemuda Muhammadiyah,” ujar Ketua Pengurus Koperasi Syariah (KS) BMT At Taqwa Muhammadiyah Sumbar itu.
Jenjang kepemimpinan di Muhammadiyah itu berkesinambungan. Mereka yang masuk ke Muhammadiyah pada gilirannya berasal dari semua tingkatan, mulai dari tingkat ranting, cabang hingga tingkat wilayah.
“IPM diharapkan menjadi garda terdepan untuk memberi penyuluhan-penyuluhan bagi anggotanya. Minimal IPM mampu memfilterisasi anggotanya agar tidak terpengaruh bahaya tawuran pelajar, narkoba, miras dan lain sebagainya,” harapnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat IPM periode 2012-2014, Ipmawan Fida Afif mengharapkan regenerasi dari IPM, generasi yang bisa mengawal isu-isu di pelajar. Setidaknya mampu mengawal pelajar tidak terjerumus pada hal-hal negatif seperti narkoba dan tawuran pelajar. Di samping pentingnya mendapat prestasi di jenjang pendidikan. (dzar)

Fida Afif: IPM Harus Selalu Siap Menjadi Pelopor, Pelangsung dan Penyempurna Amanah (Ideologi) Muhammadiyah

Yogyakarta - Tahun 2013 merupakan masa transisi baru Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Pasca-Muktamar IPM ke-18 di Palembang November 2012 lalu, kini diikuti oleh sejumlah wilayah yang menyelenggarakan Muswil. Dari 33 provinsi yang ada, hampir semuanya menyelenggarakan Muswil di tahun ini. Diawali dengan PW IPM Sumatera Barat, PW IPM Daerah Istimewa Yogyakarta, PW IPM Nangroe Aceh Darussalam, PW IPM Banten, PW IPM DKI Jakarta, Selanjutnya PW IPM Jawa Timur, Bali, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Lampung dan Jawa Barat.
IPM yang kini menapak langkah baru, dengan basis nyata (pelajar), optimis mempersiapkan pelajar-pelajar Indonesia untuk memaksimalkan potensi (bakat dan minat) yang ada pada pelajar.
Menurut Ketua Umum PP IPM, Fida Afif, IPM perlu mendapatkan perhatian khusus di setiap level pimpinan, bahwasanya IPM merupakan penjaga utama ideologi Persyarikatan Muhammadiyah. Maka dari itu, tiap musyawarah harapannya fokus membahas isu-isu terkait pelajar dan kreatifitas pelajar, bukan hal-hal yang berbau politik maupun hal yang lain.
Mempersiapkan pelajar menjadi kader persyarikatan, umat, dan bangsa memang bukanlah hal yang mudah. Akan tetapi, dengan komitmen dan strategi yang jitu, IPM mampu menjalankan amanah besar itu. “Taruna Melati yang menjadi pilar utama perkaderan dalam IPM benar-benar digarap dengan serius. Jika tiap wilayah, Daerah, dan Cabang mampu memrogramkan minimal setahun 1 kali menyelenggarakan Taruna Melati saja, maka selain kuantitas, kualitas kader pun dapat semakin dibanggakan”, tambahnya
Selanjutnya Fida menyampaikan bahwa Selain itu Taruna Melati dengan standar Sistem Perkaderan IPM yang telah ada akan lebih memantapkan lagi dari sisi kualitas. TM 1 itu ya standarnya lima hari, TM 2 dan TM 3 sepekan, serta TM Utama minimal 10 hari.
“Memang dengan kecanggihan teknologi yang semakin cepat ini akan mengakibatkan berbagai dampak. Saya yakin kader IPM mampu memanfaatkan kecanggihan teknologi ini menjadi hal yang bermaslahat ketimbang madharatnya,” tegas mahasiswa UIN Yogyakarta ini.
Dengan demikian, Persyarikatan akan semakin mantap dan bangga terhadap IPM karena keseriusannya mempersiapkan kader-kader yang tangguh. PP IPM mengucapkan Selamat bermusyawarah untuk Pimpinan Wilayah se-Indonesia. Teruslah belajar dan  berkarya karena kita siap menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah. (dzar)
Sumber : http://www.ipm.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=840:fida-afif-ipm-harus-selalu-siap-menjadi-pelopor-pelangsung-dan-penyempurna-amanah-ideologi-muhammadiyah&catid=30:berita&Itemid=67

Pendidikan Qur’ani Membentuk Moral Dan Karakter Bangsa

PROF DR H MUHAMMAD CHIRZIN, MAg
GURU BESAR UIN SUNAN KALIJAGA DAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Pendidikan merupakan usaha untuk mendewasakan anak manusia agar kehidupannya menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Pendidikan dimulai
sejak lahir, bahkan rangsangan-rangsangan kependidikan sudah dapat dilakukan sejak bayi dalam rahim, dan berkelanjutan sepanjang hayat dikandung badan.

Mendidik berarti membangun karakter untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang unggul lahir dan batin yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilainilai luhur kehidupan. Pendidikan meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Rasulullah saw bersabda, “Innal ‘ilmu bitta’allumi wal hilmu bittahallumi – Sesungguhnya ilmu itu dicapai dengan belajar, dan murah hati dan pemaaf itu dicapai dengan berbuat demikian.

Pendidikan agama merupakan cara terbaik untuk menanamkan akhlak yang mulia dan mengajarkan budi pekerti halus pada seseorang, membentuk mental yang luhur dan membangkitkan naluri yang peka dalam dirinya yang akan menjadi pengontrol tindak tanduknya, pendorong untuk beramal shalih dan  mencegah perbuatan yang tidak patut. Kepekaan naluri dan kesadaran jiwa yang demikian itu merupakan intisari dan hakikat iman serta bibit akidah yang
mantap, tanda kehendak Allah dan ridla- Nya bagi seseorang.

Rasulullah saw bersabda, “Idza sa`atka sayyi`atuka wa sarratka hasanatuka fa anta mu`min – Jika engkau merasa resah karena berbuat dosa, dan merasa puas dan senang karena berbuat kebaikan, maka engkau adalah seorang Mukmin.

Rasulullah saw juga bersabda, “Idza aradallahu bil ‘abdi khairan ja’ala lahu wa’zhan min nafsihi – Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang hamba-
Nya, maka dibangkitkanlah pada dirinya naluri pengingat.” (ad-Dailami) Tabiat dan watak yang baik selalu mengarah ke jurusan yang baik dan engan  menyimpang dari jurusan dan tujuan yang baik itu. Rasulullah saw bersabda, “Al-birru ma ithma`anna ilaihil qalbu wa ithma`annat ilaihinnafsu. Wal itsmu ma haka finnafsi wa taraddaa fishshadri wa karihta an yaththali’a ‘alaihinnasu – Kebaikan ialah amal yang diterima oleh hati dan jiwa dengan tenteram dan puas, sedangkan dosa dan maksiat adalah apa yang merisaukan di dalam dada dan engkau tidak suka orang mengetahuinya.”

Pada awal kehidupannya manusia lahir tanpa pengetahuan apa pun, lalu berinteraksi dengan lingkungan melalui indera dan sedikit demi sedikit transformasi pengetahuan berlangsung. Allah SwT membekali manusia dengan empat petunjuk, yakni naluri, indera, akal dan agama. Allah melahirkan kamu dari rahim ibumu sementara kamu tidak mengetahui apa-apa; dan Dia membuat untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, supaya kamu bersyukur. (An-Nahl [16]: 78)

Fakta menunjukkan, bahwa sejak manusia lahir, ia telah dapat mendengar; berbeda dengan fungsi penglihatan. Ketika ia lahir matanya telah terbuka, tetapi untuk beberapa hari belum berfungsi untuk melihat. Adapun hati, ia baru berfungsi beberapa waktu kemudian. Hati adalah pusat segala rasa cinta kasih, hati nurani, kecerdasan dan intelek. Al-Qur’an merekomendasikan manusia untuk hidup berbangsa, supaya saling mengenal, bukan saling membenci. Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku bangsa, supaya kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah, ialah yang paling bertakwa. Allah Maha Tahu, Maha Mengenal. (Al-Hujurat [49]: 13)

Ayat tersebut mengandung pesan agar bangsa-bangsa di dunia berpacu meraih kemuliaan di hadapan Allah SwT dengan meraih puncak prestasi dan  puncak ketakwaan kepada-Nya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa ingin menjadi orang paling mulia, maka
hendaklah ia bertakwa kepada Allah; barangsiapa ingin menjadi orang paling kuat, maka hendaklah ia bertawakal kepada Allah; barangsiapa ingin menjadi orang paling kaya, maka hendaklah ia lebih yakin terhadap apa yang di tangan Allah daripada apa yang ada pada tangannya.”
(Hakim) 

Seseorang berkata kepada Rasulullah saw, “Siapakah orang yang paling utama?” “Orang yang bersih hatinya dan jujur lisannya.” Mereka berkata, “Kami tahu lisan yang jujur, maka apakah yang dimaksud dengan hati yang bersih?” Nabi menjawab, “Yaitu orang yang bertakwa, suci dari dosa; tidak melampaui batas dan tidak dengki.” (Ibnu Majah)

Rasulullah saw bersabda, “Aku mengetahui sebuah kata.” Usman pun berkata, “Sebuah ayat yang bila semua manusia memilikinya maka cukuplah.” Mereka
bertanya, “Ayat apa?” Rasulullah bersabda, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar – Ath-Thalaq [65]: 2.” (Ibnu Majah)

Dalam bidang apa pun prestasi tak akan dapat diraih individu maupun kelompok dalam semalam. Ia membutuhkan proses latihan, kesabaran dan ketekunan yang lama. Bangsa yang ingin maju harus giat belajar, bekerja keras dan berusaha sungguh-sungguh untuk meraih kemajuan hidup yang dicita-citakannya. Kekuatan, kemajuan dan kejayaan suatu bangsa tergantung pada usahanya. Bagi manusia ada malaikat yang bergiliran di depannya dan di belakangnya.
Mereka menjaganya dengan perintah Allah. Sungguh, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa sebelum mereka mengubah dirinya sendiri. Jika Allah hendak menjatuhkan hukuman kepada sesuatu bangsa, tak ada yang dapat menolaknya, juga tak ada yang melindungi selain Dia. (Ar-Ra’d [13]: 11)

Allah SwT tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa, selama mereka tidak berusaha mengubah sebab-sebab kemunduran mereka, dan Allah SwT tidak
mencabut nikmat yang telah dilimpahkan- Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tetap taat dan bersyukur kepada-Nya Itulah, karena Allah tak pernah mengubah nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, jika mereka tidak mengubah nasib mereka sendiri. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Tahu. (Al- Anfal [8]: 53)

Allah SwT menurunkan Al-Qur’an sebagai Kitab Pendidikan paling agung sepanjang zaman. Dengan Al-Qur’an Allah SwT mendidik manusia sepanjang
masa agar manusia senantiasa hidup damai, jujur, adil, rendah hati, sederhana, tanggung jawab, sejahtera, bermartabat, toleransi, saling menghargai dan mencintai, kerjasama, bersatu, bebas, membawa maslahat bagi seluruh makhluk dan bahagia di dunia dan akhirat. Ibadah dalam arti penyembahan ialah
suatu tindakan tertinggi serta sikap rendah hati yang luar biasa dalam ibadat. Keimanan akan menghasilkan segala amal shalih.

Inilah kesempatan yang diberikan kepada manusia: maukah ia mempergunakan dan melaksanakan kemauan bebasnya? Kalau ia lakukan itu, maka seluruh kodratnya akan berubah. Dalam segala tingkah laku mereka jujur dan ikhlas, begitu juga dalam janji dan kata-kata. Mereka menjadi manusia teladan dalam masyarakat. Dalam kehidupan batin mereka bersungguhsungguh dan mendalam, diimbangi oleh sikap dan cara hidup lahir.

Ibadah mereka kepada Allah dapat tercermin dari kecintaan mereka kepada sesama manusia, sebab mereka selalu siap bersedekah. Disiplin diri mereka sangat tinggi, sehingga setiap pagi hari yang pertama kali mereka lakukan dengan segala kerendahan hati ialah mendekatkan diri kepada Allah.

Iman yang hakiki ialah keinginan yang begitu kuat untuk menjauhi segala larangan Allah dan melawan hukum-Nya dengan berusaha sungguh-sungguh  mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan berjuang demi Allah. Keimanan yang sesungguhnya tercermin oleh rasa hormat yang sama dengan rasa cinta, sebab rasa cinta itu takut berbuat sesuatu yang tidak akan menyenangkan pihak yang dicintainya.

Orang yang beriman berpegang teguh kepada ajaran Allah, menaati Allah dan Rasul- Nya, memelihara batas-batas ketentuan Allah dan mendekatkan diri kepada- Nya. Mereka konsisten, rendah hati dan dapat dipercaya. Orang yang beriman mengikuti Al-Qur- ’an dan memiliki kesadaran sejarah, sehingga
dapat mengambil pelajaran dari pengalaman umat terdahulu dan mampu mengambil pelajaran dari fenomena alam; tabah, dapat menahan diri dan sabar dalam penderitaan, kesengsaraan dan suasana kacau.

Katakanlah: “Inginkah Aku kabarkan kepadamu berita yang lebih baik daripada semua itu? Bagi mereka yang bertakwa kepada Allah, ada taman-taman, di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di sana, dan pasangan-pasangan yang suci bersih serta keridlaan Allah. Allah Maha Melihat semua hamba-Nya. Yaitu mereka yang berdoa, “Tuhan, sungguh kami beriman, ampunilah segala dosa kami dan jauhkan kami dari azab neraka.” Mereka
itu orang yang tabah, dapat menahan diri, yang jujur dalam kata dan perbuatan, yang taat beribadah, yang menafkahkan harta di jalan Allah, dan yang berdoa memohon pengampunan sebelum fajar tiba.
(Ali Imran [3]: 15-17) Allah SwT mendidik manusia menghindari keburukan, menahan amarah dan tidak meneruskan perbuatan dosa
Sumber : http://www.muhammadiyah.or.id/id/8-content-190-det-tafsir-alquran.html